Materi Mos / Mopd : 4 Pilar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Sahabat Edukasi yang sedang berbahagia...

Dalam aneka macam perihal selalu terungkap bahwa telah menjadi janji bangsa adanya empat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara bagi negara-bangsa Indonesia. 

Empat pilar tersebut ialah :

(1). Pancasila,
(2). Undang-Undang Dasar 1945,
(3). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
(4). Bhinneka Tunggal Ika.

Pilar ialah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar mempunyai tugas yang sangat sentral dan menentukan, alasannya ialah jikalau pilar ini tidak kokoh atau ringkih akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. 

Dalam bahasa Jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut ”soko”, bahkan bagi rumah jenis joglo, yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah bangunan yang disebut soko guru. 

Soko guru ini sangat memilih kokoh dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis kayu yang sanggup dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di rumah tersebut akan merasa nyaman, kondusif dan selamat dari aneka macam tragedi dan gangguan.

Demikian pula halnya dengan bangunan negara-bangsa, membutuhkan pilar atau soko guru yang merupakan tiang penyangga yang kokoh supaya rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. 

Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atau philosophische grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang bersangkutan yang diyakini mempunyai kekuatan untuk dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seperti halnya soko guru atau pilar bagi suatu rumah harus memenuhi syarat supaya sanggup menjaga kokohnya bangunan sehingga bisa bertahan serta menangkal segala macam bahaya dan gangguan, demikian pula halnya dengan belief system yang dijadikan pilar bagi suatu negara-bangsa. 

Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan kenyamanan, serta bisa mengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang menjadi dambaan warga bangsa.

1. PILAR PANCASILA

Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia ialah Pancasila. Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila bisa mengakomodasi keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari aneka macam agama, sehingga sanggup diterima semua agama dan keyakinan.

Demikian juga dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat budi dalam permusyawaratan/perwakilan.

Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini ialah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak bahwa Pancasila sangat sempurna sebagai pilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.

Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memperlihatkan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. PILAR UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia ialah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami Undang-Undang Dasar 1945, dibutuhkan memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut mustahil mengadakan penilaian terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuhnya dan barbagai undang-undang yang menjadi derivatnya.

Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari aturan dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga aturan dasar yang tidak tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang artinya memutuskan atau menentukan. Dalam suatu konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban warganegara suatu negara, perlin-dungan warganegara dari tindak diktatorial sesama warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga memilih tatahubungan dan tatakerja forum yang terdapat dalam negara, sehingga terjalin suatu sistem kerja yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan tujuan dan wawasan yang dianutnya.

3. PILAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)

Bentuk Negara Kesatuan ialah ketentuan yang diambil oleh para founding fathers pada tahun 1945 menurut aneka macam pertimbangan dan hasil pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai jawaban atau konsekuensi hasil konferensi meja lingkaran di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.

Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan hingga remaja ini, meskipun perihal mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan, utamanya sesudah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan merupakan pilihan selesai bangsa.

4. PILAR BHINNEKA TUNGGAL IKA

Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di masa ke empat belas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada dedikasi yang mendua.” 

Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun sesudah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. 

Peraturan Pemerintah tersebut memilih bahwa semenjak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a Undang-Undang Dasar 1945.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada bahasa Sanskrit, hampir sama dengan semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa Amerika Serikat yang maknanya diversity in unity, perbedaan dalam kesatuan. Semboyan tersebut terungkap di masa ke XVIII, sekitar empat masa sesudah mpu Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin tidak ada hubungannya, namun yang terang konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah diungkap oleh Mpu Tantular lebih dahulu.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan keanekaragaman mirip apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang memperlihatkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common denominator pada keanekaragaman tersebut. 

Dengan faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, menyerupai onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.

Prinsip pluralistik dan multikulturalistik ialah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang sanggup mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. 

Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan dilema bangsa.

Untuk sanggup mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut ialah sebagai berikut :

Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga meragukan harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo”. 

Eksistensi kita di dunia ialah untuk memperlihatkan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan mustahil terwujud.

Bila setiap warganegara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan bisa mengimplementasikan secara sempurna dan benar insya Allah, Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.

0 Response to "Materi Mos / Mopd : 4 Pilar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel