Model Pembelajaran Inovasi (Discovery Learning) Pada Implementasi Kurikulum 2013

Sahabat Edukasi yang sedang berbahagia...

Metode Discovery Learning adalah teori berguru yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi dibutuhkan siswa mengorganisasi sendiri.

Sebagai seni administrasi belajar, Discovery Learning memiliki prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery duduk kasus yang diperhadapkan kepada siswa semacam duduk kasus yang direkayasa oleh guru.

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk berguru secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus sanggup membimbing dan mengarahkan kegiatan berguru siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi menyerupai ini ingin merubah kegiatan berguru mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memperlihatkan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau andal matematika. Bahan bimbing tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melaksanakan banyak sekali kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan materi serta menciptakan kesimpulan-kesimpulan.

KEUNTUNGAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN :

a.   Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha inovasi merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b.   Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh alasannya ialah menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c.   Menimbulkan rasa senang pada siswa, alasannya ialah tumbuhnya rasa menyidik dan berhasil.
d.   Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e.   Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f.    Metode ini sanggup membantu siswa memperkuat konsep dirinya, alasannya ialah memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g.   Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun sanggup bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h.   Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) alasannya ialah mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i.    Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j.    Membantu dan berbagi ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
k.   Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l.    Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m.  Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses berguru menjadi lebih terangsang;
n.   Proses berguru mencakup sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
o.   Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
p.   Kemungkinan siswa berguru dengan memanfaatkan banyak sekali jenis sumber belajar;
q.   Dapat berbagi talenta dan kecakapan individu.

KELEMAHAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN :

a.   Metode ini mengakibatkan perkiraan bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan aneh atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan frustasi.
b.   Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, alasannya ialah membutuhkan waktu yang usang untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan duduk kasus lainnya.
c.   Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini sanggup buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara berguru yang lama.
d.   Pengajaran discovery lebih cocok untuk berbagi pemahaman, sedangkan berbagi aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang menerima perhatian.
e.   Pada beberapa disiplin ilmu, contohnya IPA kurang kemudahan untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa.
f.    Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa dikarenakan telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

1.   Langkah Persiapan

a.   Menentukan tujuan pembelajaran.
b.   Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya).
c.   Memilih materi pelajaran.
d.   Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e.   Mengembangkan bahan-bahan berguru yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, kiprah dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f.    Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  kasatmata ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik hingga ke simbolik.
g.   Melakukan evaluasi proses dan hasil berguru siswa.

2.   Pelaksanaan

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang mengakibatkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, semoga timbul keinginan untuk menyidik sendiri. Disamping itu guru sanggup memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, proposal membaca buku, dan kegiatan berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi berguru yang sanggup berbagi dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b.  Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya ialah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda duduk kasus yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

c.  Data collection (pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan gosip sebanyak-banyaknya yang relevan untuk menunjukan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau menunjukan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) banyak sekali gosip yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri dan sebagainya.

d.  Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan gosip yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, kemudian ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

e.  Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melaksanakan investigasi secara cermat untuk menunjukan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification berdasarkan Bruner, bertujuan semoga proses berguru akan berjalan dengan baik dan kreatif jikalau guru memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, hukum atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f.  Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan ialah proses menarik sebuah kesimpulan yang sanggup dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua insiden atau duduk kasus yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, evaluasi sanggup dilakukan dengan memakai tes maupun non tes.

Penilaian yang dipakai sanggup berupa evaluasi kognitif, proses, sikap, atau evaluasi hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa evaluasi kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning sanggup memakai tes tertulis.  Jika bentuk penilaiannya  memakai evaluasi proses, sikap, atau evaluasi hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian  sanggup dilakukan dengan pengamatan.

0 Response to "Model Pembelajaran Inovasi (Discovery Learning) Pada Implementasi Kurikulum 2013"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel